jam

Senin, 18 Maret 2013

Jawaban ujian mid semester Untuk pemebelajaran


JAWABAN  SOAL UJIAN


Nama   : Refrizal Sam,S.Pd.Kons
Prodi   : magister manajemen
BP       : 311045
 
 







1.       

a.      Perkembangan fasilitas dan sarana pendukng  ICT pada sekolah saya  berkembang     sangat pesat dalam 2 tahun ini, dimana dalam 2 tahun ini kami sudah punya labor multimedia dengan 30 set computer yang dilengkapi dengan LAN.
b.      Fasilitas yang ada sekarang sudah cukup memadai untuk mendukung prose pembelajaran,dimana infokus  yang ada sudah bisa di pakai di setiap kelas sehingga guru yang mengajar sudah bisa menggunakan medianya yang ada dalam laptop.
c.       Masih kurang, karena masih sedikitnya guru yang menggunakan ICT dalam melaksanakan pembelajaran.
d.      Minat siswa terhdap keberadaan ICT di sekolah sangat antusias, dimana sudah banyak siswa yang memanfaatkan ICT sekolah untuk pembelajaran misalnya memanfaatkan computer dan internet untuk mencari materi pembelajaran.
2.      Perlu,karena masih banyak guru yang belum memanfaatkan ICT dalam pembelajaran dikarenakan ada yang belum bisa menggunakan ICT.
3.      Guru yang menguasai ICT disekolah saya sekitar 50 % dari semua Guru (±20 orang)
4.      Guru yang menerapkn ICT dalam pembelajaran baru sekitar 10 orang.
5.      Penggunaan media pembelajaran berbasis computer sangat penting karena  computer sudah tuntutan  dalam melaksanakan pembelaran  sesuai dengan PERMENDIKNAS NO 16 TAHUN 2007’ dimana salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru pada kompetensi pedagogik adalah ‘Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu’
6.      Cara memberi pengertian kepada guru lainnya untuk termotivasi adalah dengan cara melihatkan kepada mereka manfaat yang telah diperoleh rekannya yang sudah menggunakan ICT dalam pembelajaran.
7.      Program yang paling rasional yang dilaksanakan sekolah kami dalam meningkatkan kompetensi guru dalam menggunakan ICT adalah dengan mengadakan Pelatihan Penggunaan ICT dari segi penggunaan Hardware maupun dari segi Penggunaan Software yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
8.      Keuntungan yang akan diperoleh jika semua guru sudah menggunakan ICT dalam Pembelajaran:
a.      Siswa lebih termotivasi dalam belajar dikarenakan cara guru menyajikan materi tidak lagi mengunakan metode cermah yang membuat kebanyakan siswa bosan.
b.      Guru lebih kreatif  dalam membuat berbagai media dari ICT yang menarik peserta didik  untuk lebih termotivasi dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Kamis, 21 Februari 2013

Pembiayaan Pendidikan dan Permasalahannya di SMP N 2 Payakumbuh


by : REFRIZAL SAM
PEMBIYAAN PENDIDIKAN DAN  PERMASALAHANNYA PADA SMPN 2 PAYAKUMBUH

BAB   I
PENDAHULUAN

      I.            Latar Belakang Masalah
Bersamaan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia, dimana kondisi faktual saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan terdapat pada keunggulan sumber  daya manusianya. Berkaitan dengan hal itu  dapat ditegaskan bahwa sumber daya manusia berkorelasi positif dengan mutu pendidikan dan mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi  yang baik, memenuhi  syarat dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, berupa masukan, proses, keluaran, out come, tenaga kependidikan, sarana prasarana dan hal yang terkait dengan  pembiayaan pendidikan.
Berkaitan dengan pembiayaan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pemerintah menegaskan melalui  UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan  bahwa : Setiap warga negara yang berumur 7 – 15 tahun wajib mengikuti  pendidikan dasar, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut beaya.
Sehubungan dengan amanat yang terkandung pada UU No.20  tahun  2003, maka pemerintah menyatakan keberpihakan terhadap masyarakat miskin dengan kebijakan menghilangkan berbagai hambatan beaya(cost barrier) bagi orang tua peserta didik, dalam rangka meningkatkan jumlah peserta didik di SD dan SMP  yang berasal dari keluarga miskin, sehingga kewajiban belajar 9 tahun dapat diselesaikan. Hambatan tersebut terdiri atas tiga jenis pembiyaan pendidikan yang selama ini dibebankan kepada orang tua peserta didik, yaitu beaya operasi satuan pendidikan, beaya pribadi dan beaya investasi. Dengan  semakin kecilnya hambatan beaya khususnya bagi keluarga miskin, maka diharapkan seluruh anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan paling tidak menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Dengan demikian untuk melaksanakan amanat konstitusi pemerintah secara bertahap membebaskan seluruh beban beaya operasi satuan pendidikan negeri dan swasta menuju pendidikan dasar bebas beaya.
Bila dikaitkan dengan tanggung jawab guna terselenggaranya  proses pendidikan yang memadai dan bermutu dan menjangkau peserta didik secara keseluruhan, melalui : Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2008  ditegaskan:  “Pendanaan beaya investasi satuan pendidikan dasar pelakasana program wajib belajar, baik formal maupun  nonformal, yang diselenggaran oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Bertitik tolak dari  Peraturan Pemerintah No 48 th 2008 diatas bila dicermati lebih dalam bahwa pendanaan beaya pendidikan sebagaimana yang tertuang pada  bab 1 fasal 2 , dinyatakan : “Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat ”. Keterlibatan masyarakat dalam pendanaan pendidikan  yang dimaksud meliputi: Peserta didik, orang tua peserta didik, dan pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam Bidang pendidikan”.
Dalam rangka merealisasikan  pembiayaan dana pendidikan untuk satu tahun  anggaran pada setiap jenjang satuan pendidikan, maka  Pemerintah melalui Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No.51 tahun 2011,tentang Juknis Penggunaan Dana BOS, telah memberikan arah petunjuk dan rambu-rambu tentang penggunaan dana BOS tersebut. Secara lebih tajam program dana BOS pada prinsipnya mengacu pada :
1.      Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa  SMPN  maupun swasta terhadap beaya operasi sekolah.
2.      Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk  apapun  baik di sekolah negeri maupun swasta.
3.      Meringankan beban beaya operasi sekolah bagi siswa disekolah swasta.
Berdasarkan  uraian diatas yang bertitik tolak dari berbagai kebijakan pemerintah menyangkut tentang  beaya pendidikan, serta tuntutan  yang harus dipenuhi dalam rangka penyelenggaraan wajib belajar serta pendidikan yang bermutu, maka dapat disimpulkan  bahwa: “Beaya Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan dapat dikatakan  bahwa, proses pendidikan tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan beaya”. Dalam konteks  perencanaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematik pembiyaan pendidikan baik pada tingkat makro, maupun mikro sangatlah diperlukan. Berdasarkan  pemahaman ini, dapatlah dikembangkan kebijakan tentang pembiyaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

1.      Permasalahan pembiayaan penyelenggaraan pendidikan saat ini di SMPN 2 Payakumbuh.
Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  51 tahun 2011, Tentang Petunjuk  Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah, dan  amanat yang tertuang pada Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia No 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, dalam rangka  penyediaan dana  beaya operasional, bagi satuan pendidikan dalam penyelenggaraan wajin belajar, serta tujuan dari  Program Dana BOS itu sendiri sebagaimana  tertuang pada poin C Buku JUKNIS BOS , yang menegaskan bahwa dengan adanya  dana BOS  maka : Satuan Pendidikan SMP 2  Payakumbuh, wajib membebaskan siswa dari segala bentuk pungutan, terhadap beaya operasional pendidikan, serta membebaskan siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun.
Bertitik tolak dari kebijakan Pemerintah tersebut maka pembiyaan pendidikan di SMP 2 Payakumbuh  sampai saat ini hanya bersumber dari dana BOS. Dengan bergulirnya kebijakan dana BOS, maka  kondisi ini juga dipolitisir oleh para calon legsilatif dan calon Kepala Daerah untuk menyampaikan pesan kampanye untuk mengambil simpati masyarakat dengan mengkampanyekan Pendidikan Gratis. Hal lain yang tak kalah pentingnya Sekolah dituntut wajib menempelkan  spanduk dalam ukuran besar, di depan sekolah dengan  motto : “ SEKOLAH BEBAS PUNGUTAN  UNTUK SELURUH SISWA “.
Berdasarkan kondisi  yang terjadi saat  ini, karena   pembiyaan pendidikan hanya terfokus pada penggunaan dana BOS  saja, apalagi penggunaan dana bos tersebut telah ditentukan pula kriteria penggunaannya pada 13 point, maka hal ini sedikit banyaknya akan mempengaruhi tentang jalannya proses pendanaan pendidikan  dalam mendukung berbagai program pendidikan di SMPN 2 Payakumbuh. Tidak semua kegiatan program pendidikan dapat didukung oleh dana BOS, maka  bila detempuh cara lain untuk meminta bantuan dari orang tua siswa melalui Komite Sekolah, maka itu juga memerlukan waktu yang panjang dan berbelit-belit, sehingga  cara itu tidak mungkin dilakukan karena proram kegiatan sudah seharusnya dilaksanakan sesegra mungkin.
Untuk menjalankan program pendidikan yang tidak bisa didukung oleh dana BOS, maka di SMPN 2 Payakumbuh, Kepala Sekolah mencari upaya lain dalam rangka menghimpun dana pendidikan melalui, Kerja sama dengan Alumni, menggalakkan jiwa Kewirausahaan Kepala Sekolah dengan membuka beberapa Warung, Kantin  Sekolah, mengajak orang tua dengan Program “ ORANG TUA PEDULI PENDIDIKAN “, dimana pada proram ini orang tua secara sukarela mengisi amplop amal yang dikirimkan lewat peserta didik setiap bulan.
Melalui program dengan berbagai kreatifitas  yang dilakukan dengan adanya dukungan guru, siswa dan komite sekolah dan  pengurus Himpunan Alumni SMPN 2  maka permasalahan dana dapat diminimalkan, sehinggga berbagai program pendidikan dapat dijalankan sebagaimana mestinya,sehingga Visi dan Misi ,dan Tujuan sekolah dapat dilaksanakan sebagai mana yang telah diprogramkan.

                        













BAB II
PEMBAHASAN
I.    Kajian Teori
A.  Biaya Dan Pembiyaan Pendidikan.
Biaya pendidikan  merupakan salah satu komponen masukan instrumental yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah ). Dalam setiap upaya  pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, beaya pendidikan memiliki peran yang sangat  menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa  biaya, proses pendidikan di sekolah tidak akan berjalan. Biaya (cost ) dalam pengertian ini mempunyai cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga yang dapat dihargakan dengan uang.
Sehubungan dengan kategori tentang biaya pendidikan, menurut  Dedi Supriadi (2010: 4) mengemukakan : “ Biaya pendidikan baik pada tataran makro maupun mikro dapat dikategorikan kepada  3  macam diantaranya :
1)      Beaya Lansung dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam menunjang proses pendidikan.
2)      Biaya pribadi dan biaya sosial. Pada biaya pribadi terkait dengan pengeluaran keluarga untuk pendidikan,sedangkan biaya sosial,merupakan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pendidikan.
3)      Biaya dalam bentuk uang ( monetary cost) dan bukan uang “.
Adapun besar kecilnya biaya pendidikan terutama pada tingkat satuan pendidikan, berhubungan dengan berbagai indikator mutu pendidikan, seperti angka partisipasi, angka putus sekolah, prestasi belajar siswa. Berdasarkan  Permendikbud No.51 tahun 2011 Tentang Juknis Dana BOS, indek dana BOS persiswa dalam satu tahun sejumlah RP. 710.000(siswa SMP). Berkaitan dengan itu maka dalam kontek perencanaan pembiyaan pendidikan, pemahaman Kepala Sekolah dan  Para pengambil kebijakan, terhadap berbagai aspek pembiyaan pendidikan sangatlah penting. Pemahaman yang dimaksud berkaitan dengan  hal-hal yang bersifat mikro (Satuan Pendidikan ), yang antara lain meliputi : Sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektifitas danefisiensi dalam penggunannya, dan akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan kuantitatif, dan kualitatif yang terjadi pada semua tataran di tingkat satuan pendidikan khususnya ( SMP ).
1.     Pembiayaan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah mengalami suatu transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan sumber-sumber daya yang ada dalam bidang pendidikan terutama dalam hal pendanaan pendidikan (pembiayaan pendidikan). Dalam hal ini pelaksanaan pendidikan harus disertai dengan adanya peningkatan peran sumber-sumber daya pendidikan (dana pendidikan) yang telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 23 yang menjelaskan bahwa Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Dalam hal ini pembiayaan pendidikan merupakan suatu hal yang  sangat penting bagi pendidikan di daerah. Lebih lanjut dalam pasal 47 disebutkan tentang sumber pendanaan pendidikan yaitu :
1)      Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
2)      Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)      Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 juga menerangkan dalam hal pembiayaan pendidikan bahwa :
”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pennyelenggaraan pendidikan nasional”.
Sejalan dengan itu maka dalam implementasi kebijakan pendidikan di daerah akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan (pembiayaan pendidikan) yang memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya di daerah.
Dengan adanya perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda, sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi) menjadi tanggung jawab Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 46 :
1.      Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2.      Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.      Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pembiayaan SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi) dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab Pemda. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di bawah kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas Pendidikan propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah untuk mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di tingkat sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Dengan konfigurasi kelembagaan yang seperti itu pula, pola pembiayaan pendidikan mengalami perubahan yang cukup mendasar. Pasal 48 Undang Undang-undang No. 20 Tahun 2003  menjelaskan bahwa :  (1) pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik, (2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk membiayai sektor pendidikan dengan menggunakan APBD-nya. Dukungan dari Pusat (dan Propinsi) tetap dimungkinkan, tetapi juga harus melalui mekanisme APBD, atau paling tidak tercatat di dalam APBD kabupaten/kota.
Tantangan pertama yang harus dihadapi oleh para pengelola pendidikan adalah masalah pendanaan. Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas gedung sekolah, terutama SD, merupakan salah satu dampak keterbatasan kemampuan pemerintah dalam memobilisasi dana untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Pasal 49 menyatakan sebagai berikut :
1)      Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2)      Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3)      Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4)      Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5)      Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Di atas kertas, Pemda memang memiliki beberapa sumber keuangan daerah, seperti dana perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil), pendapatan asli daerah (PAD) dan pinjaman. Tapi pada kenyataannya, rata-rata peranan PAD dalam APBD hanya sekitar 7%. Sementara itu, rata-rata tertimbang rasio dana perimbangan terhadap pengeluaran rutin adalah 1,4 yang menunjukkan bahwa tidak banyak dana perimbangan yang bisa digunakan untuk keperluan di luar anggaran rutin.
Jelas bahwa Pemda memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka panjang di sektor pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup dan stabil untuk mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah tidak akan mampu memenuhi 20% anggaran untuk pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas dan pada gilirannya ada risiko terjadi penurunan kualitas SDM sebagai dampak otono mi daerah.
B.   Langkah  Aktual Dalam Mengatasi Permasalahan Beaya Pendidikan di SMP Negeri 2 Payakumbuh.
1.      Mengoptimalkan Penggunaan Dana BOS.
 Sesuai dengan JUKNIS Penggunaan Dana BOS, maka Kepala Sekolah menginplementasikannya ke dalam berbagai program kegiatan sekolah yang memuat pada  delapan Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan program diawali dengan kegiatan Lokakarya Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada awal tahun pemebelajaran. Berdasarkan berbagai input maka disusunlah program pokok yang diprioritaskan untuk mendukung terlaksananya Visi dan Misi serta Tujuan Pendidikian di SMPN 2 Payakumbuh.Program kegiatan untuk satu tahun dituangkan pada RAKS ( Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah ), selanjutnya program yang telah disusun disampaikan kembali pada rapat paripurna pendidik dan tenaga kependidikian serta dihadiri oleh Komite Sekolah. Tahap selanjutnya bila program yang telah diparipurnakan sudah disepakati, maka lahirlah RKAS yang permanen untuk dilegalitas oleh Kepala Sekolah, Ketua Komite dan disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan,sebagai salah satu syarat rekomendasi pencairan Dana BOS.
Berdasarkan  Peraturan MENDIKBUD No.51 tahun 11, maka penggunaan dana Bos, mengacu pada 13 komponen pokok antara lain :
1.      Pembelian/pengadaan buku teks pelajaran
2.      Kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru
3.      Kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler
4.      Kegiatan ulangan dan ujian
5.      Pembelian bahan nhabis pakai
6.      Langganan daya dan jasa
7.      Perawatan sekolah
8.      Pembayaran honor bulanan guru honor dan tenaga kependidikan
9.      Pengembangan propesi guru
10.  Membantu siswa miskin
11.  Pembiyaan pengelolaan dana Bos
12.  Pembelian perangkat komputer
13.  Beaya lainnya jika kompoenen 1 sampai dengan 12 sudah terpenuhi.
Berdasarkan program yang telah tertuang pada RKAS maka pada tahun anggaran 2012 jumlah dana BOS yang digunakan dalam pembiayaan pendidikan di SMP N 2 payakumbuh berjumlah Rp. 522.560.00 sesuai dengan indeks persiswa sebanyak 710.000 X 736 siswa.
2.     Menggalakkan program Kewirausahaan Kepala Sekolah.
Salah satu kompetensi Kepala Sekolah, adalah Kewirausahaan. Maka dalam hal ini Kepala Sekolah SMPN 2 Payakumbuh melakukan berbagai terobosan dengan membangun Kantin Sekolah, dengan berbagai pariasi menu sesuai standar kesehatan sekolah sehat. Sampai saat ini SMPN 2 Payakumbuh telah memiliki 8 buah kantin dengan total kontrak pertahun RP. 12.000.000. Adapun dana kantin dikelola oleh koperasi siswa, dan digunakan untuk mendukung kegiatan yang tidak terpenuhi oleh dana bos, disamping itu dapat juga digunakan untuk kegiatan refresing bagi guru dan siswa SMPN 2 Payakumbuh. Kepala Sekolah merencanakan dalam waktu dekat juga akan membuka Usaha Foto copy, dalam rangka memenuhi kebutuhan penggandaan di sekolah.
3.     Melakukan  Komunikasi dan Kerjasama dengan Para ALUMNI.
 Bentuk kegiatan yang dilakukan, Kepala Sekolah lebih dulu mengadakan sosialisasi kepada alumni, dan berikutnya ditindak lanjuti dengan membentuk persatuan alumni. Melalui ketua alumni Kepala Sekolah mengajukan berbagai program sekolah dan mengirimkan berbagai profosal kegiatan. Cara ini tidak sia-sia, pada tahun 2011, ALUMNI SMP 2 Payakumbuh membantu dana sebesar Rp. 225,000.000. dengan proyek pisik pengadaan alat multi media canggih, yang sangat bermamfaat bagi peserta didik dan guru dalam belajar teknologi IT.
4.     Mengalang Dana Sumbangan Amal Saleh orang Tua siswa.
 Langkah ini dilakukan karena sebagian besar orang tua masih  peduli dengan pendidikan, maka sebagai wadah kepedulian itu, Kepala Sekolah mengajukan program ini kepada Ketua Komite, dan mengkonsultasikan dengan Kepala Dinas Pendidikan untuk minta petunjuk. Setelah mendapat persetujuan, ditindaklanjuti dengan mensosialisasikan kepada orang tua siswa, ternyata mendapat sambutan positif. Untuk sukses program ini setiap bulan dikirim amplop amal kepada orang tua, dan dari dana yang dikirimkan orang tua, terhitung mulai diluncurkan program ini bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013 telah terkumpul dana sebesar RP.12,000.000,- ‘Dana yang  masuk setiap bulan dilaporkan kembali kepada orang tua, serta dilengkapi peruntukan penggunaan dana, saat ini untuk membangun pagar depan sekolah yang permanen.
5.      Program siswa peduli dan kawan asuh.  
Kegiatan ini digerakkan bersama guru-guru, dengan berinfak siswa peduli. Kegiatan ini sudah masuk tahun ke 4, dimana siswa  yang berjumlah 736 orang setiap hari pagi sebelum belajar berinfak menurut kamampuan. Dari kegiatan ini setiap hari  terkumpul dana siswa  peduli sejumlah minimal Rp.300.000, sampai dengan Rp.450.000. Dan penggunaan uang ini untuk, peduli siswa, terhadap musibah, dan sukaduka osis serta mendukung kegiatan ibadah. Dana ini juga pada akhir ramadhon, diberikan bungkisan untuk siswa miskin, untuk meringankan beban mereka menghadapi hari raya.                             



                       


















BAB  III
KESIMPULAN DAN  SARAN
A.   Simpulan Dan Saran
Sektor pendidikan yang merupakan pilar utama dalam pembangunan Kota Payakumbuh kedepan hendaknya mendapat perhatian yang serius terutama dari segi pembiayaan pendidikan yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Untuk itu pemerintah dan semua stakeholders pendidikan harus proaktif dalam menciptakan pendidikan yang murah dan bermutu yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, telah memberikan peluang kepada Kota Payakumbuh untuk lebih meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat. Di bidang pendidikan Pemerintah Kota berusaha untuk memberikan pelayanan yang maksimal dengan menempatkan pendidikan sebagai pilar utama dalam pembangunan, ini berarti pemerintah mempunyai itikad baik memajukan pendidikan di daerah ini. Dengan alokasi anggaran pendidikan yang melebihi 20% diharapkan kualitas pendidikan meningkat dan wajib belajar Sembilan tahun dapat dituntaskan. Dengan demikian dari kondisi faktual dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini :
1.      Setelah diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab Pemko. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di bawah kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas Pendidikan propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah untuk mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di tingkat sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
2.      Dari regulasi pembiayaan pendidikan yang secara jelas mengatur tentang pembiayaan pendidikan di Kota Payakumbuh belum ada, namun walaupun demikian kondisi di lapangan menunjukkan untuk pendidikan dasar (SD), SMP di bebaskan dari segala pungutan, sedangkan untuk tingkat   SLTA masih dilakukan pungutan oleh sekolah karena dana Bantuan Operasional Sekolah dari pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah (BOS SLTA) masih belum cukup untuk membiayai operasional sekolah. Sehingga pungutan tidak dilarang sejauh tidak memberatkan orang tua dan mendapat persetujuan oleh wali murid dalam rapat paripurna wali murid.
3.      Mekanisme penetapan anggaran pendidikan sudah dilaksanakan secara bottom-up dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan dengan cara musrenbang
4.      Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam pembiayaan pendidikan masih diprioritaskan untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun dengan memberikan prioritas terhadap daerah-daerah terpencil dan masyarakat kurang mampu
5.      Sumber pembiayaan pendidikan masih mengandalkan dana bantuan dari pemerintah pusat (BOS+DAU) dengan ditambah dari dana-dana bantuan atau sumbangan dari masyarakat/perantau yang jumlahnya cukup membantu daerah dalam pembangunan bidang pendidikan. Namun dana-dana bantuan masyarakat tersebut tidak secara simultan dapat membiayai pendidikan karena jumlahnya tidak tetap dan fluktuatif.
6.      Alokasi pengeluaran pendidikan masih menempatkan pengeluaran rutin dan administratif dalam pos yang cukup besar, sedangkan pos untuk operasional pendidikan pemerintah daerah “menumpangkan” saja pada dana bantuan dari pemerintah pusat, sehingga terkesan pemerintah daerah tidak kreatif dalam memanfaatkan dana yang ada dan kurang berusaha mencari sumber-sumber dana yang lainnya.
Dari beberapa kesimpulan di atas dapat dirumuskan  saran sebagai berikut :
1.      Perlu adanya mekanisme pembiayaan yang jelas, berupa standar biaya pendidikan dasar dan menengah yang harus dikeluarkan oleh calon siswa yang akan masuk suatu sekolah negeri. Sehingga pungutan-pungutan yang nantinya akan memberatkan siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga semua masyarakat dapat sekolah tidak dibedakan status sosial ekonominya. Standar pembiayaan ini penting mengingat kedepannya nanti pemerintah bisa memperkirakan berapa biaya yang harus dianggarkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai seluruh jenjang pendidikan yang ada di daerah, hal ini dimaksudkan supaya pemerintah bisa membuat suatu kebijakan pendidikan yang murah atau gratis bagi semua jenjang pendidikan.
2.      Perlu adanya kerjasama yang lebih konkrit lagi dengan dunia usaha guna membantu dalam hal pembiayaan pendidikan, berupa beasiswa kepada anak-anak yang kurang mampu, yang selama sebagian besar dananya masih bersumber dari pemerintah melalui APBN dan APBD.
3.      Perlu adanya peran serta aktif masyarakat dalam mencari dana-dana yang terkait dengan pembiayaan pendidikan. Komite sekolah sebagai perpanjangan tangan orang tua murid hendaknya memaksimalkan kinerjanya untuk mencari dana guna kemajuan sekolah, dewan sekolah diharapkan dapat bekerja secara optimal dalam menggali dana-dana dari pihak-pihak ketiga.
4.      Mengingat pendidikan merupakan sektor yang penting bagi pembangunan daerah, sudah seharusnya peningkatan anggaran pendidikan setiap tahunnya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin, sehingga dikemudian hari Kota Payakumbuh dapat membuat kebijakan pendidikan gratis mulai dari SD sampai SLTP (wajar Sembilan tahun) bahkan sampai tingkat SLTA
5.      Persentase dana pendidikan, yang berkaitan dengan biaya operasional pendidikan agar lebih ditingkatkan














DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pendidikan Kemendikbud. (2011).  Juknis Penggunaan Dana BOS. Jakarta

Supriadi, Dedi, (2010). Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung : PT. Remaja Rosda karya

Direktur Pembinaan SMP. (2008). Perangkat Peningkatan Mutu Pendidikan Untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : PT.Binatama Raya

Dirjen Dikdasmen. (2005). Undang-Undang No. 20/2003 tentang SISDIKNAS. Jakarta : Sinar Grafika.

Badan Standar Nasional Pendidikan . (2010). Peraturan Pemerintah No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : PT. Multi Kreasi satu Delapan.

Padang Ekspres. (2013). SD, dan SMP dilarang Tarik SPP. Padang: PT. Padang Intermeia Pers.

Ma’mur Jamal, (2012). Tips Aplikasi Manajemen Sekolah. yogyakarta: Diva Press.