by : REFRIZAL SAM
PEMBIYAAN
PENDIDIKAN DAN PERMASALAHANNYA PADA SMPN
2 PAYAKUMBUH
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang Masalah
Bersamaan
dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat
penting, karena pendidikan salah satu penentu mutu sumber daya manusia, dimana
kondisi faktual saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan
melimpahnya kekayaan alam, melainkan terdapat pada keunggulan sumber daya manusianya. Berkaitan dengan hal
itu dapat ditegaskan bahwa sumber daya
manusia berkorelasi positif dengan mutu pendidikan dan mutu pendidikan sering
diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat dan segala komponen yang harus
terdapat dalam pendidikan, berupa masukan, proses, keluaran, out come, tenaga
kependidikan, sarana prasarana dan hal yang terkait dengan pembiayaan pendidikan.
Berkaitan
dengan pembiayaan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
pemerintah menegaskan melalui UU No. 20
tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa : Setiap warga negara yang berumur 7 –
15 tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut beaya.
Sehubungan
dengan amanat yang terkandung pada UU No.20
tahun 2003, maka pemerintah
menyatakan keberpihakan terhadap masyarakat miskin dengan kebijakan
menghilangkan berbagai hambatan beaya(cost barrier) bagi orang tua peserta
didik, dalam rangka meningkatkan jumlah peserta didik di SD dan SMP yang berasal dari keluarga miskin, sehingga
kewajiban belajar 9 tahun dapat diselesaikan. Hambatan tersebut terdiri atas
tiga jenis pembiyaan pendidikan yang selama ini dibebankan kepada orang tua
peserta didik, yaitu beaya operasi satuan pendidikan, beaya pribadi dan beaya
investasi. Dengan semakin kecilnya
hambatan beaya khususnya bagi keluarga miskin, maka diharapkan seluruh anak
usia sekolah dapat mengikuti pendidikan paling tidak menyelesaikan pendidikan
dasar 9 tahun. Dengan demikian untuk melaksanakan amanat konstitusi pemerintah
secara bertahap membebaskan seluruh beban beaya operasi satuan pendidikan
negeri dan swasta menuju pendidikan dasar bebas beaya.
Bila
dikaitkan dengan tanggung jawab guna terselenggaranya proses pendidikan yang memadai dan bermutu
dan menjangkau peserta didik secara keseluruhan, melalui : Peraturan Pemerintah
No 48 tahun 2008 ditegaskan: “Pendanaan beaya investasi satuan pendidikan
dasar pelakasana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggaran oleh Pemerintah
menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Bertitik
tolak dari Peraturan Pemerintah No 48 th
2008 diatas bila dicermati lebih dalam bahwa pendanaan beaya pendidikan
sebagaimana yang tertuang pada bab 1
fasal 2 , dinyatakan : “Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat ”. Keterlibatan masyarakat
dalam pendanaan pendidikan yang dimaksud
meliputi: Peserta didik, orang tua peserta didik, dan pihak lain yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam Bidang pendidikan”.
Dalam
rangka merealisasikan pembiayaan dana
pendidikan untuk satu tahun anggaran
pada setiap jenjang satuan pendidikan, maka
Pemerintah melalui Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No.51
tahun 2011,tentang Juknis Penggunaan Dana BOS, telah memberikan arah petunjuk
dan rambu-rambu tentang penggunaan dana BOS tersebut. Secara lebih tajam
program dana BOS pada prinsipnya mengacu pada :
1. Membebaskan
pungutan bagi seluruh siswa SMPN maupun swasta terhadap beaya operasi sekolah.
2. Membebaskan
pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun baik di sekolah negeri maupun swasta.
3. Meringankan
beban beaya operasi sekolah bagi siswa disekolah swasta.
Berdasarkan uraian diatas yang bertitik tolak dari
berbagai kebijakan pemerintah menyangkut tentang beaya pendidikan, serta tuntutan yang harus dipenuhi dalam rangka
penyelenggaraan wajib belajar serta pendidikan yang bermutu, maka dapat
disimpulkan bahwa: “Beaya Pendidikan
merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan dan
dapat dikatakan bahwa, proses pendidikan
tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan beaya”. Dalam konteks perencanaan pendidikan, pemahaman tentang
anatomi dan problematik pembiyaan pendidikan baik pada tingkat makro, maupun
mikro sangatlah diperlukan. Berdasarkan
pemahaman ini, dapatlah dikembangkan kebijakan tentang pembiyaan
pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan
pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
1.
Permasalahan
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan saat ini di SMPN 2 Payakumbuh.
Dengan
diberlakukannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 51 tahun 2011, Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional
Sekolah, dan amanat yang tertuang pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, dalam rangka penyediaan dana beaya operasional, bagi satuan pendidikan dalam
penyelenggaraan wajin belajar, serta tujuan dari Program Dana BOS itu sendiri sebagaimana tertuang pada poin C Buku JUKNIS BOS , yang
menegaskan bahwa dengan adanya dana
BOS maka : Satuan Pendidikan SMP 2 Payakumbuh, wajib membebaskan siswa dari segala
bentuk pungutan, terhadap beaya operasional pendidikan, serta membebaskan siswa
miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun.
Bertitik
tolak dari kebijakan Pemerintah tersebut maka pembiyaan pendidikan di SMP 2
Payakumbuh sampai saat ini hanya bersumber
dari dana BOS. Dengan bergulirnya kebijakan dana BOS, maka kondisi ini juga dipolitisir oleh para calon
legsilatif dan calon Kepala Daerah untuk menyampaikan pesan kampanye untuk
mengambil simpati masyarakat dengan mengkampanyekan Pendidikan Gratis. Hal lain
yang tak kalah pentingnya Sekolah dituntut wajib menempelkan spanduk dalam ukuran besar, di depan sekolah
dengan motto : “ SEKOLAH BEBAS
PUNGUTAN UNTUK SELURUH SISWA “.
Berdasarkan
kondisi yang terjadi saat ini, karena
pembiyaan pendidikan hanya terfokus pada penggunaan dana BOS saja, apalagi penggunaan dana bos tersebut
telah ditentukan pula kriteria penggunaannya pada 13 point, maka hal ini
sedikit banyaknya akan mempengaruhi tentang jalannya proses pendanaan
pendidikan dalam mendukung berbagai
program pendidikan di SMPN 2 Payakumbuh. Tidak semua kegiatan program
pendidikan dapat didukung oleh dana BOS, maka
bila detempuh cara lain untuk meminta bantuan dari orang tua siswa
melalui Komite Sekolah, maka itu juga memerlukan waktu yang panjang dan
berbelit-belit, sehingga cara itu tidak
mungkin dilakukan karena proram kegiatan sudah seharusnya dilaksanakan sesegra
mungkin.
Untuk
menjalankan program pendidikan yang tidak bisa didukung oleh dana BOS, maka di
SMPN 2 Payakumbuh, Kepala Sekolah mencari upaya lain dalam rangka menghimpun
dana pendidikan melalui, Kerja sama dengan Alumni, menggalakkan jiwa
Kewirausahaan Kepala Sekolah dengan membuka beberapa Warung, Kantin Sekolah, mengajak orang tua dengan Program “
ORANG TUA PEDULI PENDIDIKAN “, dimana pada proram ini orang tua secara sukarela
mengisi amplop amal yang dikirimkan lewat peserta didik setiap bulan.
Melalui
program dengan berbagai kreatifitas yang
dilakukan dengan adanya dukungan guru, siswa dan komite sekolah dan pengurus Himpunan Alumni SMPN 2 maka permasalahan dana dapat diminimalkan,
sehinggga berbagai program pendidikan dapat dijalankan sebagaimana
mestinya,sehingga Visi dan Misi ,dan Tujuan sekolah dapat dilaksanakan sebagai
mana yang telah diprogramkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Kajian
Teori
A. Biaya Dan Pembiyaan Pendidikan.
Biaya
pendidikan merupakan salah satu komponen
masukan instrumental yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di
tingkat satuan pendidikan (sekolah ). Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan baik
tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, beaya pendidikan
memiliki peran yang sangat menentukan.
Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga
dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses
pendidikan di sekolah tidak akan berjalan. Biaya (cost ) dalam pengertian ini
mempunyai cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan
tenaga yang dapat dihargakan dengan uang.
Sehubungan
dengan kategori tentang biaya pendidikan, menurut Dedi Supriadi (2010: 4) mengemukakan : “
Biaya pendidikan baik pada tataran makro maupun mikro dapat dikategorikan
kepada 3
macam diantaranya :
1) Beaya
Lansung dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam menunjang proses
pendidikan.
2) Biaya
pribadi dan biaya sosial. Pada biaya pribadi terkait dengan pengeluaran
keluarga untuk pendidikan,sedangkan biaya sosial,merupakan biaya yang
dikeluarkan masyarakat untuk pendidikan.
3) Biaya
dalam bentuk uang ( monetary cost) dan bukan uang “.
Adapun besar kecilnya biaya pendidikan terutama pada
tingkat satuan pendidikan, berhubungan dengan berbagai indikator mutu
pendidikan, seperti angka partisipasi, angka putus sekolah, prestasi belajar
siswa. Berdasarkan Permendikbud No.51
tahun 2011 Tentang Juknis Dana BOS, indek dana BOS persiswa dalam satu tahun
sejumlah RP. 710.000(siswa SMP). Berkaitan dengan itu maka dalam kontek
perencanaan pembiyaan pendidikan, pemahaman Kepala Sekolah dan Para pengambil kebijakan, terhadap berbagai
aspek pembiyaan pendidikan sangatlah penting. Pemahaman yang dimaksud berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat mikro
(Satuan Pendidikan ), yang antara lain meliputi : Sumber-sumber pembiayaan
pendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektifitas danefisiensi
dalam penggunannya, dan akuntabilitas hasilnya yang diukur dari
perubahan-perubahan kuantitatif, dan kualitatif yang terjadi pada semua tataran
di tingkat satuan pendidikan khususnya ( SMP ).
1.
Pembiayaan
Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional
maupun daerah mengalami suatu transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan
sumber-sumber daya yang ada dalam bidang pendidikan terutama dalam hal
pendanaan pendidikan (pembiayaan pendidikan). Dalam hal ini pelaksanaan
pendidikan harus disertai dengan adanya peningkatan peran sumber-sumber daya
pendidikan (dana pendidikan) yang telah tertuang dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat
23 yang menjelaskan bahwa Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang
dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga
kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Dalam hal ini pembiayaan
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pendidikan di daerah.
Lebih lanjut dalam pasal 47 disebutkan
tentang sumber pendanaan pendidikan yaitu :
1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan
prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan
sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah
Amanat Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 juga menerangkan dalam hal pembiayaan pendidikan
bahwa
:
”Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan pennyelenggaraan pendidikan nasional”.
Sejalan dengan itu
maka dalam implementasi kebijakan pendidikan di daerah akan berjalan dengan
baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan
(pembiayaan pendidikan) yang memadai dan dapat diandalkan
untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya di daerah.
Dengan adanya
perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola
pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan
sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda,
sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi)
menjadi tanggung jawab Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun
2003 pasal 46 :
1. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pembiayaan SLTP dan
SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi)
dan Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah
diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA
menjadi tanggung jawab Pemda. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan
Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang
berada di bawah kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di
bawah kendali Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas
Pendidikan propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih
tetap mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi
kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah
untuk mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di
tingkat sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya
Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Dengan konfigurasi
kelembagaan yang seperti itu pula, pola pembiayaan pendidikan mengalami
perubahan yang cukup mendasar. Pasal 48 Undang Undang-undang No. 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa : (1) pengelolaan
dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik, (2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Dengan demikian daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar
untuk membiayai sektor pendidikan dengan menggunakan APBD-nya. Dukungan dari
Pusat (dan Propinsi) tetap dimungkinkan, tetapi juga harus melalui mekanisme
APBD, atau paling tidak tercatat di dalam APBD kabupaten/kota.
Tantangan pertama
yang harus dihadapi oleh para pengelola pendidikan adalah masalah pendanaan.
Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas gedung sekolah, terutama SD,
merupakan salah satu dampak keterbatasan kemampuan
pemerintah dalam memobilisasi dana untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberi beban
yang sangat berat bagi pemerintah. Pasal
49 menyatakan sebagai berikut :
1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah
untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Di atas kertas,
Pemda memang memiliki beberapa sumber keuangan daerah, seperti dana perimbangan
(DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil), pendapatan asli daerah (PAD) dan pinjaman. Tapi
pada kenyataannya, rata-rata peranan PAD dalam APBD hanya sekitar 7%. Sementara
itu, rata-rata tertimbang rasio dana perimbangan terhadap pengeluaran rutin
adalah 1,4 yang menunjukkan bahwa tidak banyak dana perimbangan yang bisa
digunakan untuk keperluan di luar anggaran rutin.
Jelas bahwa Pemda
memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka panjang di sektor
pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup dan stabil untuk
mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah tidak akan mampu memenuhi 20%
anggaran untuk pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas dan pada
gilirannya ada risiko terjadi penurunan kualitas SDM sebagai dampak otono
mi daerah.
B.
Langkah Aktual Dalam Mengatasi Permasalahan Beaya
Pendidikan di SMP Negeri 2 Payakumbuh.
1.
Mengoptimalkan
Penggunaan Dana BOS.
Sesuai dengan
JUKNIS Penggunaan Dana BOS, maka Kepala Sekolah menginplementasikannya ke dalam
berbagai program kegiatan sekolah yang memuat pada delapan Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan program diawali dengan kegiatan Lokakarya Pendidik dan Tenaga
Kependidikan pada awal tahun pemebelajaran. Berdasarkan berbagai input maka
disusunlah program pokok yang diprioritaskan untuk mendukung terlaksananya Visi
dan Misi serta Tujuan Pendidikian di SMPN 2 Payakumbuh.Program kegiatan untuk satu
tahun dituangkan pada RAKS ( Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah ), selanjutnya
program yang telah disusun disampaikan kembali pada rapat paripurna pendidik
dan tenaga kependidikian serta dihadiri oleh Komite Sekolah. Tahap selanjutnya
bila program yang telah diparipurnakan sudah disepakati, maka lahirlah RKAS
yang permanen untuk dilegalitas oleh Kepala Sekolah, Ketua Komite dan disahkan
oleh Kepala Dinas Pendidikan,sebagai salah satu syarat rekomendasi pencairan
Dana BOS.
Berdasarkan Peraturan MENDIKBUD No.51 tahun 11, maka
penggunaan dana Bos, mengacu pada 13 komponen pokok antara lain :
1. Pembelian/pengadaan
buku teks pelajaran
2. Kegiatan
dalam rangka penerimaan siswa baru
3. Kegiatan
pembelajaran dan ekstra kurikuler
4. Kegiatan
ulangan dan ujian
5. Pembelian
bahan nhabis pakai
6. Langganan
daya dan jasa
7. Perawatan
sekolah
8. Pembayaran
honor bulanan guru honor dan tenaga kependidikan
9. Pengembangan
propesi guru
10. Membantu
siswa miskin
11. Pembiyaan
pengelolaan dana Bos
12. Pembelian
perangkat komputer
13. Beaya
lainnya jika kompoenen 1 sampai dengan 12 sudah terpenuhi.
Berdasarkan program yang telah tertuang pada RKAS
maka pada tahun anggaran 2012 jumlah dana BOS yang digunakan dalam pembiayaan
pendidikan di SMP N 2 payakumbuh berjumlah Rp. 522.560.00 sesuai dengan indeks
persiswa sebanyak 710.000 X 736 siswa.
2.
Menggalakkan
program Kewirausahaan Kepala Sekolah.
Salah satu kompetensi Kepala Sekolah, adalah
Kewirausahaan. Maka dalam hal ini Kepala Sekolah SMPN 2 Payakumbuh melakukan
berbagai terobosan dengan membangun Kantin Sekolah, dengan berbagai pariasi
menu sesuai standar kesehatan sekolah sehat. Sampai saat ini SMPN 2 Payakumbuh
telah memiliki 8 buah kantin dengan total kontrak pertahun RP. 12.000.000.
Adapun dana kantin dikelola oleh koperasi siswa, dan digunakan untuk mendukung kegiatan
yang tidak terpenuhi oleh dana bos, disamping itu dapat juga digunakan untuk
kegiatan refresing bagi guru dan siswa SMPN 2 Payakumbuh. Kepala Sekolah
merencanakan dalam waktu dekat juga akan membuka Usaha Foto copy, dalam rangka
memenuhi kebutuhan penggandaan di sekolah.
3.
Melakukan Komunikasi dan Kerjasama dengan Para ALUMNI.
Bentuk kegiatan yang dilakukan, Kepala Sekolah
lebih dulu mengadakan sosialisasi kepada alumni, dan berikutnya ditindak
lanjuti dengan membentuk persatuan alumni. Melalui ketua alumni Kepala Sekolah
mengajukan berbagai program sekolah dan mengirimkan berbagai profosal kegiatan.
Cara ini tidak sia-sia, pada tahun 2011, ALUMNI SMP 2 Payakumbuh membantu dana
sebesar Rp. 225,000.000. dengan proyek pisik pengadaan alat multi media
canggih, yang sangat bermamfaat bagi peserta didik dan guru dalam belajar
teknologi IT.
4.
Mengalang
Dana Sumbangan Amal Saleh orang Tua siswa.
Langkah ini dilakukan karena sebagian besar
orang tua masih peduli dengan
pendidikan, maka sebagai wadah kepedulian itu, Kepala Sekolah mengajukan
program ini kepada Ketua Komite, dan mengkonsultasikan dengan Kepala Dinas
Pendidikan untuk minta petunjuk. Setelah mendapat persetujuan, ditindaklanjuti
dengan mensosialisasikan kepada orang tua siswa, ternyata mendapat sambutan
positif. Untuk sukses program ini setiap bulan dikirim amplop amal kepada orang
tua, dan dari dana yang dikirimkan orang tua, terhitung mulai diluncurkan
program ini bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013 telah terkumpul dana
sebesar RP.12,000.000,- ‘Dana yang masuk
setiap bulan dilaporkan kembali kepada orang tua, serta dilengkapi peruntukan
penggunaan dana, saat ini untuk membangun pagar depan sekolah yang permanen.
5.
Program
siswa peduli dan kawan asuh.
Kegiatan
ini digerakkan bersama guru-guru, dengan berinfak siswa peduli. Kegiatan ini
sudah masuk tahun ke 4, dimana siswa
yang berjumlah 736 orang setiap hari pagi sebelum belajar berinfak
menurut kamampuan. Dari kegiatan ini setiap hari terkumpul dana siswa peduli sejumlah minimal Rp.300.000, sampai
dengan Rp.450.000. Dan penggunaan uang ini untuk, peduli siswa, terhadap
musibah, dan sukaduka osis serta mendukung kegiatan ibadah. Dana ini juga pada
akhir ramadhon, diberikan bungkisan untuk siswa miskin, untuk meringankan beban
mereka menghadapi hari raya.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan Dan Saran
Sektor pendidikan yang merupakan pilar
utama dalam pembangunan Kota Payakumbuh kedepan hendaknya mendapat perhatian
yang serius terutama dari segi pembiayaan pendidikan yang dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Untuk itu pemerintah dan semua stakeholders pendidikan harus proaktif dalam menciptakan pendidikan
yang murah dan bermutu yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, telah memberikan peluang
kepada Kota Payakumbuh untuk lebih meningkatkan pelayanan dasar kepada
masyarakat. Di bidang pendidikan Pemerintah Kota berusaha untuk memberikan
pelayanan yang maksimal dengan menempatkan pendidikan sebagai pilar utama dalam
pembangunan, ini berarti pemerintah mempunyai itikad baik memajukan pendidikan
di daerah ini. Dengan alokasi anggaran pendidikan yang melebihi 20% diharapkan
kualitas pendidikan meningkat dan wajib belajar Sembilan tahun dapat
dituntaskan. Dengan demikian dari kondisi faktual dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut ini :
1.
Setelah diberlakukannya otonomi
daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab
Pemko.
Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan Kandepdiknas, yang ada hanyalah Dinas
Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang berada di bawah kendali Pemda, dan
Dinas Pendidikan propinsi yang berada di bawah kendali Pemprop. Antara Dinas
Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas Pendidikan propinsi tidak ada hubungan
hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap mengemban amanat sebagai perwakilan
pemerintah pusat. Dengan konfigurasi kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat
tidak lagi punya “tangan” di daerah untuk mengimplementasikan
program-programnya. Implikasinya, setiap program di tingkat sekolah harus
dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya Dinas Pendidikan
kabupaten/kota.
2.
Dari regulasi pembiayaan
pendidikan yang secara jelas mengatur tentang pembiayaan pendidikan di Kota
Payakumbuh belum ada, namun walaupun demikian kondisi di lapangan menunjukkan
untuk pendidikan dasar (SD), SMP di bebaskan dari segala pungutan, sedangkan
untuk tingkat SLTA masih dilakukan
pungutan oleh sekolah karena dana Bantuan Operasional Sekolah dari pemerintah
pusat dan Pemerintah Daerah (BOS SLTA) masih belum cukup untuk membiayai
operasional sekolah. Sehingga pungutan tidak dilarang sejauh tidak memberatkan
orang tua dan mendapat persetujuan oleh wali murid dalam rapat paripurna wali
murid.
3.
Mekanisme penetapan anggaran
pendidikan sudah dilaksanakan secara bottom-up dengan melibatkan partisipasi
masyarakat dalam bidang pendidikan dengan cara musrenbang
4.
Kebijakan-kebijakan pemerintah
daerah dalam pembiayaan pendidikan masih diprioritaskan untuk menuntaskan wajib
belajar sembilan tahun dengan memberikan prioritas terhadap daerah-daerah
terpencil dan masyarakat kurang mampu
5.
Sumber pembiayaan pendidikan
masih mengandalkan dana bantuan dari pemerintah pusat (BOS+DAU) dengan ditambah
dari dana-dana bantuan atau sumbangan dari masyarakat/perantau yang jumlahnya
cukup membantu daerah dalam pembangunan bidang pendidikan. Namun dana-dana
bantuan masyarakat tersebut tidak secara simultan dapat membiayai pendidikan
karena jumlahnya tidak tetap dan fluktuatif.
6.
Alokasi pengeluaran pendidikan
masih menempatkan pengeluaran rutin dan administratif dalam pos yang cukup
besar, sedangkan pos untuk operasional pendidikan pemerintah daerah
“menumpangkan” saja pada dana bantuan dari pemerintah pusat, sehingga terkesan
pemerintah daerah tidak kreatif dalam memanfaatkan dana yang ada dan kurang
berusaha mencari sumber-sumber dana yang lainnya.
Dari beberapa kesimpulan di atas dapat
dirumuskan saran sebagai berikut :
1.
Perlu adanya mekanisme
pembiayaan yang jelas, berupa standar biaya pendidikan dasar dan menengah yang
harus dikeluarkan oleh calon siswa yang akan masuk suatu sekolah negeri.
Sehingga pungutan-pungutan yang nantinya akan memberatkan siswa dapat
diantisipasi sedini mungkin sehingga semua masyarakat dapat sekolah tidak
dibedakan status sosial ekonominya. Standar pembiayaan ini penting mengingat
kedepannya nanti pemerintah bisa memperkirakan berapa biaya yang harus
dianggarkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai seluruh jenjang pendidikan
yang ada di daerah, hal ini dimaksudkan supaya pemerintah bisa membuat suatu
kebijakan pendidikan yang murah atau gratis bagi semua jenjang pendidikan.
2.
Perlu adanya kerjasama yang
lebih konkrit lagi dengan dunia usaha guna membantu dalam hal pembiayaan
pendidikan, berupa beasiswa kepada anak-anak yang kurang mampu, yang selama
sebagian besar dananya masih bersumber dari pemerintah melalui APBN dan APBD.
3.
Perlu adanya peran serta aktif
masyarakat dalam mencari dana-dana yang terkait dengan pembiayaan pendidikan.
Komite sekolah sebagai perpanjangan tangan orang tua murid hendaknya
memaksimalkan kinerjanya untuk mencari dana guna kemajuan sekolah, dewan
sekolah diharapkan dapat bekerja secara optimal dalam menggali dana-dana dari
pihak-pihak ketiga.
4.
Mengingat pendidikan merupakan
sektor yang penting bagi pembangunan daerah, sudah seharusnya peningkatan
anggaran pendidikan setiap tahunnya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin,
sehingga dikemudian hari Kota Payakumbuh dapat membuat kebijakan pendidikan
gratis mulai dari SD sampai SLTP (wajar Sembilan tahun) bahkan sampai tingkat
SLTA
5.
Persentase dana pendidikan,
yang berkaitan dengan biaya operasional pendidikan agar lebih ditingkatkan
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat Jendral Pendidikan Kemendikbud. (2011). Juknis
Penggunaan Dana BOS. Jakarta
Supriadi, Dedi, (2010). Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung : PT. Remaja Rosda karya
Direktur Pembinaan SMP. (2008). Perangkat Peningkatan Mutu Pendidikan
Untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : PT.Binatama Raya
Dirjen Dikdasmen. (2005). Undang-Undang No. 20/2003 tentang
SISDIKNAS. Jakarta : Sinar Grafika.
Badan Standar Nasional Pendidikan . (2010). Peraturan Pemerintah No. 19/2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : PT. Multi Kreasi satu
Delapan.
Padang Ekspres. (2013). SD,
dan SMP dilarang Tarik SPP. Padang:
PT. Padang Intermeia Pers.
Ma’mur Jamal, (2012). Tips
Aplikasi Manajemen Sekolah. yogyakarta: Diva Press.